Sunday, February 7, 2021

Tantangan Film 2021 #1: The Vast of Night

(...mari abaikan kalau saya terakhir menulis di blog ini 6 tahun yang lalu, dan langsung ke intinya)

Dalam hal nonton film, masa pandemi membawa berkah dan musibah buat saya. Musibah karena tidak bisa nonton di bioskop, walau sudah buka sekalipun karena ogah membahayakan diri sendiri dan orang lain. Berkah karena jadi punya teman baru untuk diskusi film online, Bung Dion, salah satu sumber motivasi saya untuk tetap update dengan dunia perfilman dan menonton film-film di luar ranah mainstream.

Untuk 2021, kami membuat daftar tantangan nonton 25 film bertema khusus. Buat saya pribadi, ini untuk menambah motivasi nonton dan bikin tulisan lagi tentang film (supaya blog ini nggak terus-terusan terlantar… eh, memangnya masih ada yang nulis blog di zaman sekatang ya? Bodo amat lah). Tulisan pertama saya untuk tantangan ini adalah The Vast of Night, film debut sutradara Andrew Patterson, dengan kategori tema ‘film dengan alur cerita kurang dari 24 jam’ (atau dengan kata lain, keseluruhan cerita dalam filmnya berjalan dalam waktu kurang dari sehari).


The Vast of Night (2019)

Sutradara: Andrew Patterson
Durasi: 89 menit
Pemain: Sierra McCormick, Jake Horowitz
Staf Kunci: James Montague, Craig W. Sanger (penulis naskah); M.I. Littin Menz (sinematografi); Erick Alexander, Jared Bulmer (musik); Junius Tully (editing)
Distributor: Amazon Studio (bisa ditonton di website Amazon Prime)

Film berlatar waktu singkat bisa berupa berbagai genre: romansa (trilogi Before Sunrise, Sunset, dan Midnight), thriller (Buried), drama psikologis (Locke), dan lain-lain. Namun, biasanya ada satu benang merah penghubung: penekanan pada interaksi karakter dengan karakter lainnya atau situasi di sekeliling mereka. The Vast of Night pun terasa seperti itu. Mayoritas adegan bertumpu pada interaksi dua tokoh muda-mudi: Everett (diperankan oleh Jake Horowitz), pemuda penyiar radio, dan Fay (Sierra McCormick), gadis operator switchboard telepon.

Latarnya mengambil tempat di Cayuga, sebuah kota fiktif di New Mexico, Amerika Serikat, pada 1950an. Pada suatu malam ketika banyak penduduk kota yang berkumpul di balai olahraga untuk nonton pertandingan basket, Fay mendengar bunyi sinyal aneh saat sedang bekerja. Bersama Everett, mereka pun menyiarkan pengumuman radio untuk mencari orang yang mungkin tahu tentang asal-muasal bunyi tersebut. Tak disangka, penyelidikan tersebut kemudian membawa mereka menuju sebuah kenyataan mengejutkan….


Sesuai tema tantangan saya (dan judul filmnya), cerita filmnya mulai dan kelar hanya dalam semalam. Temanya misteri/sains fiksi, dan Patterson sang sutradara memang sengaja merancang filmnya sehingga terkesan bak sebuah episode dari The Twilight Zone (serial antologi cerita misteri/sains fiksi AS yang pertama tenar pada 1950an)—lengkap dengan adegan pembuka yang terang-terangan memparodikan monolog pembukaan dari serial tersebut. Selain Twilight Zone, nuansa film ini juga mengingatkan saya kepada The X-Files, serial yang mungkin lebih akrab bagi penonton Indonesia (khususnya anak 1990an yang doyan begadang untuk nonton film/seri Barat di TV). Intinya, ada dua kata kunci yang mencirikan semua karya itu: ‘fenomena aneh’ dan ‘teori konspirasi’.

Sepanjang film, kita melihat dari sudut pandang Fey dan Everett, sehingga perlahan-lahan kita jadi makin mengenal mereka. Ada kontras yang menarik antara kepribadian Everett yang pragmatis dan serbatahu dengan Fey yang lugu nan idealis, walau mereka sama-sama memiliki minat pada dunia radio dan penyiaran. Sifat jelek mereka pun kian kentara seiring berkembangnya cerita: Everett songong menjurus arogan, sedang Fey cerewet dan panikan. Akan ada momen saat penonton merasa sebal dengan mereka, tapi hal ini justru memperkuat kesan autentik; seakan mereka bukan sekedar tokoh dalam film, melainkan manusia betulan yang bereaksi terhadap situasi aneh secara realistis.

Nuansa periode 1950an digambarkan dengan baik melalui aspek sinematografi, desain set, maupun tata busana. Salah satu momen paling berkesan (dan flexing secara teknis) di film ini adalah adegan tracking shot panjang yang menunjukkan berbagai lokasi, dengan pergerakan kamera super dinamis dari elevasi bawah. Patterson memang doyan melakukan pengambilan gambar/adegan panjang tanpa putus—termasuk sengaja tidak memotong dialog/momen yang sebenarnya tidak relevan dengan plot, dalam rangka membangun suasana dan karakter. Contohnya lagi adalah adegan 9 menit yang menunjukkan rutinitas Fey dalam mengoperasikan panel switchboard (di masa itu penelepon akan dihubungkan lebih dulu dengan operator pusat telekomunikasi/switchboard sebelum dialihkan ke sambungan orang yang ingin dihubungi).


Jadi, walau filmnya tergolong pendek, bukan berarti ‘langsung cepat ke intinya’. Dimulai dari penggambaran suasana persiapan pertandingan basket serta dialog ngalor-ngidul Fey dan Everett saat mereka jalan bareng menuju tempat kerja masing-masing, alur narasi memang berjalan apa adanya dan membiarkan konflik berkembang pelan-pelan. Kurang cocok buat yang nggak doyan menyimak dialog, atau yang maunya banyak adegan aksi duar-duar.

Apakah filmnya tergolong berhasil dengan teknik demikian? Buat saya, ya dan tidak. Saya menikmati atmosfer dan mayoritas dialognya, tapi tidak semua interaksinya menarik untuk disimak. Akhir filmnya (penyelesaian konflik/klimaks dan tema besar) juga terasa kurang ‘nendang’, walau tergolong berani dari segi konsep. Bisa dibilang, daripada misteri utamanya, saya lebih tertarik pada aspek sampingan/serba-serbi di film ini—seperti obrolan Fey dan Everett tentang masa depan, dunia penyiaran, dan pencarian konten untuk radio.


Secara keseluruhan, The Vast of Night cukup impresif untuk ukuran karya sutradara debutan dengan budget relatif rendah. Yang jelas, ada kekhasan dan nuansa nostalgia dari film ini, dengan tema yang akan menarik bagi penggemar serial sejenis The Twilight Zone/The X-Files. Akan saya simak lagi kiprah Patterson selanjutnya, mudah-mudahan dengan idealisme dan jiwa independen yang tetap bertahan walau proyek/budget berikutnya bisa jadi akan lebih besar!

No comments:

Post a Comment