Friday, October 5, 2012

Tentang Penerjemahan




Entah sejak kapan saya berminat untuk menekuni karier di bidang penerjemahan.  Yang jelas, sewaktu kecil saya nggak paham sama sekali apa itu konsep penerjemahan.  Di pikiran saya waktu itu yang lugu-lugu-tolol, kalau ada buku yang bahasanya Indonesia ya berarti penulisnya pasti orang Indonesia. Nggak terpikir di benak saya kalau sebenarnya ada perantara di balik proses transfer ide dan konsep antara berbagai belahan dunia, yang menghubungkan dua latar belakang bahasa dan kultur yang berbeda sehingga bisa saling memahami. 

Baru setelah menekuni kuliah di Program Studi Inggris, saya benar-benar akrab dengan penerjemahan. Kebanyakan mahasiswa sastra atau bahasa harusnya tahu kalau menerjemahkan itu salah satu sumber pemasukan sampingan paling potensial saat masa kuliah (selain ngajar):  lumayan profitable, bisa dikerjakan selagi senggang jadwal perkuliahan, dan orderan nyaris nggak pernah sepi dari yang minta diterjemahkan tesis makalah hingga proposal bisnis. Yang saya paling suka, kompetensi penerjemahan pada dasarnya berbasis praktik alih-alih teori. Setiap ada yang tanya ke saya tentang kiat-kiat penerjemahan, saya selalu menjawab, “Banyak-banyak baca teks asing. Sering riset via internet. Tapi, di atas segalanya: latihan, latihan, latihan, dan terus latihan.”

Saya mengibaratkan penerjemahan itu seperti permainan catur: gampang dipelajari, tapi susah untuk dikuasai. Di atas kertas, siapapun yang punya kompetensi dasar bahasa pasti bisa menerjemahkan, apalagi di zaman sekarang yang berbagai kamus sudah bisa diakses relatif mudah. Pertanyaannya: apakah semua orang bisa menerjemahkan dengan baik? Apa semua orang bisa dengan mudah meniti karier jadi seorang penerjemah? Jawabannya: tentu tidak.

Penerjemahan membutuhkan kompetensi bahasa asing dan bahasa asal yang harus sama baiknya. Perlu ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi. Perlu wawasan yag hanya bisa diperoleh dari banyak membaca. Perlu disiplin dan profesionalitas.  Perlu waktu bertahun-tahun untuk terus memoles semua itu. Semua orang mungkin bisa sesekali menerjemahkan, tetapi sejujurnya memang tidak semua orang bisa berkarier sebagai penerjemah.

Saya sudah sekitar tiga-empat tahun banyak berkecimpung dalam dunia penerjemahan, and I can honestly say that it is one of the hardest and most stressful careers ever. Saya masih cenderung mati kutu setiap menghadapi teks legal, yang sangat menuntut pengetahuan teknis. Saya seringkali gigit jari menunggu bayaran yang nggak kunjung datang. Saya pernah dicerca klien yang kurang puas dengan hasil terjemahan saya. Saya masih sering kurang cermat dan banyak melakukan kesalahan-kesalahan tolol yang harusnya sudah nggak terjadi lagi. Saya bahkan pernah salah perhitungan (baca: serakah) dan menerima order di saat saya nggak dalam kondisi yang tepat untuk bisa menyelesaikan order itu. 

Saya nggak malu mengungkapkan itu semua, karena memang kenyataannya nggak akan ada orang yang bisa langsung jago dan sukses dalam apapun. Ini semua bagian dari proses. A really tough and bloody process, full of sleepless nights and moments of frustration. I still have so much to learn and improve. However, that awesome feeling I got when I look at a completed text? That sense of adrenaline rush when everything clicked and I can successfully transferred everything into different language and culture? 

That makes everything worth it.